MediaBagi.com. Menteri Agama RI telah menetapkan Peraturan Menteri Agama atau PMA Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan.
Peraturan Menteri Agama tentang Pencatatan Pernikahan.
a. bahwa untuk tertib administrasi, transparansi, dan kepastian hukum dalam pelaksanaan pernikahan bagi umat Islam, perlu mengatur mengenai pencatatan pernikahan;
b. bahwa Peraturan Menteri Agama Nomor 22 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat, sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agama tentang Pencatatan Pernikahan;
PMA Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan diterbitkan dengan mengingat:
1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Penetapan Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia tanggal 21 Nopember 1946 Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, Rujuk di seluruh Daerah Luar Jawa dan Madura (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 694);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6401);
5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3250);
7. Peraturan Presiden Nomor 152 Tahun 2024 tentang Kementerian Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 348); dan
8. Peraturan Menteri Agama Nomor 25 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 691).
Ketentuan Umum
Berikut ini ketentuan umum di dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan.
1. Pernikahan adalah perkawinan bagi mereka yang beragama Islam.
2. Pencatatan Pernikahan adalah kegiatan pengadministrasian peristiwa pernikahan.
3. Pejabat Fungsional Penghulu yang selanjutnya disebut Penghulu adalah pegawai Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melakukan kegiatan pelayanan dan bimbingan nikah atau rujuk, pengembangan kepenghuluan, dan bimbingan masyarakat Islam.
4. Pegawai Pencatat Nikah yang selanjutnya disingkat PPN adalah Penghulu yang ditugaskan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama atau pegawai yang ditunjuk untuk melakukan pencatatan nikah bagi yang beragama Islam.
5. Pegawai Pencatat Nikah Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PPN LN adalah pejabat diplomatik dan konsuler atau pejabat lain di lingkungan Perwakilan Republik Indonesia Luar Negeri yang beragama Islam yang diangkat oleh Kepala Perwakilan Republik Indonesia Luar Negeri yang melaksanakan tugas pencatatan nikah.
6. Pembantu Pegawai Pencatat Nikah yang selanjutnya disingkat Pembantu PPN adalah pegawai Aparatur Sipil Negara atau anggota masyarakat yang ditugaskan untuk membantu Penghulu dalam menghadiri peristiwa nikah.
7. Calon Pengantin yang selanjutnya disebut Catin adalah calon pasangan nikah yang terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.
8. Akta Nikah adalah akta autentik pencatatan nikah.
9. Buku Nikah adalah kutipan Akta Nikah dalam bentuk buku atau elektronik.
10. Kartu Nikah adalah dokumen pencatatan nikah dalam bentuk elektronik.
11. Buku Nikah Pengganti adalah dokumen kutipan Akta Nikah sebagai pengganti Buku Nikah yang rusak atau hilang.
12. Akta Rujuk adalah akta autentik pencatatan peristiwa rujuk.
13. Kutipan Akta Rujuk adalah dokumen petikan Akta Rujuk yang diberikan kepada pasangan suami istri yang rujuk.
14. Sistem Informasi Manajemen Nikah yang selanjutnya disebut SIMKAH adalah aplikasi pengelolaan administrasi nikah berbasis elektronik.
15. Pengadilan adalah pengadilan agama atau mahkamah syar’iyah.
16. Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama pada tingkat provinsi.
17. Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Kantor Kementerian Agama adalah instansi vertikal kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama pada tingkat kabupaten/kota.
18. Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disingkat KUA adalah unit pelaksana teknis pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama yang melaksanakan tugas di bidang layanan bimbingan masyarakat Islam.
19. Kepala KUA adalah pegawai negeri sipil Fungsional Penghulu dan Penyuluh Agama Islam yang diberi tugas tambahan memimpin KUA.
20. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang bimbingan masyarakat Islam.
21. Direktur adalah pejabat pimpinan tinggi pratama yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang bina KUA dan keluarga sakinah.
22. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi yang selanjutnya disebut Kepala Kantor Wilayah adalah pemimpin Kantor Wilayah.
23. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut pemimpin Kantor Kementerian Agama.
Dinyatakan dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan bahwa Pencatatan Pernikahan dapat dilakukan di dalam negeri dan di luar negeri.
Pencatatan Pernikahan sebagaimana dimaksud dilaksanakan melalui:
1. pendaftaran kehendak nikah;
2. pemeriksaan nikah;
3. pelaksanaan akad nikah; dan
4. pencatatan nikah.
Pendaftaran Kehendak Nikah
Dinyatakan dalam PMA Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan bahwa pendaftaran kehendak nikah dapat dilakukan pada KUA tempat nikah akan dilaksanakan atau secara online melalui SIMKAH.
Pendaftaran kehendak nikah sebagaimana dimaksud dilakukan paling lambat 10 (sepuluh) hari
kerja sebelum dilaksanakan akad nikah.
Apabila pendaftaran kehendak nikah dilakukan kurang dari 10 (sepuluh) hari kerja, Catin harus mendapat surat dispensasi dari camat atau membuat surat pernyataan pertanggungjawaban bermeterai beserta alasannya.
Pendaftaran kehendak nikah dilakukan dengan melampirkan:
1. surat pengantar nikah dari desa/kelurahan tempat tinggal Catin;
2. foto kopi akta kelahiran;
3. foto kopi kartu tanda penduduk;
4. foto kopi kartu keluarga;
5. surat rekomendasi nikah dari KUA setempat bagi Catin yang melangsungkan nikah di luar wilayah kecamatan tempat tinggalnya;
6. surat keterangan sehat dari fasilitas kesehatan;
7. persetujuan Catin;
8. izin tertulis orang tua atau wali bagi Catin yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun;
9. izin dari wali yang memelihara atau mengasuh atau keluarga yang mempunyai hubungan darah atau pengampu, dalam hal kedua orang tua atau wali sebagaimana dimaksud meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya;
10. izin dari Pengadilan, dalam hal orang tua, wali, dan pengampu tidak ada;
11. surat dispensasi kawin dari Pengadilan bagi Catin yang belum berusia 19 (sembilan belas) tahun dihitung pada tanggal pelaksanaan akad nikah;
12. surat izin dari atasan atau kesatuan jika Catin berstatus anggota Tentara Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian Republik Indonesia;
13. penetapan izin poligami dari Pengadilan bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang;
14. akta cerai atau kutipan buku pendaftaran talak atau buku pendaftaran cerai bagi mereka yang perceraiannya terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama; dan
15. akta kematian bagi janda atau duda ditinggal mati.
Dalam hal warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri dan sudah tidak memiliki dokumen kependudukan, persyaratan pernikahan sebagai berikut:
1. surat pengantar dari perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;
2. persetujuan kedua Catin;
3. Izin tertulis orang tua atau wali bagi Catin yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun;
4. penetapan izin poligami dari pengadilan bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang;
5. akta cerai atau surat keterangan cerai dari instansi yang berwenang; dan
6. akta kematian bagi duda dan janda ditinggal mati.
Bagi warga negara asing yang akan menikah dengan warga negara Indonesia, persyaratan pernikahan sebagai berikut :
1. surat keterangan status tidak ada halangan untuk menikah/certificate of no impediment dari kedutaan atau kantor perwakilan dari negara yang bersangkutan;
2. bagi negara asing yang telah memberlakukan sertifikat apostille, dokumen yang berisi surat
keterangan status/tidak ada halangan menikah yang dikeluarkan lembaga berwenang dari negara asing diilengkapi dengan fotokopi sertifikat apostile;
3. izin poligami dari pengadilan atau instansi yang berwenang pada negara asal Catin bagi suami yang hendak beristri lebih dari seorang;
4. melampirkan foto kopi akta kelahiran;
5. melampirkan akta cerai atau surat keterangan kematian bagi duda atau janda;
6. melampirkan foto kopi paspor; dan
7. melampirkan data kedua orang tua.
Semua dokumen yang berbahasa asing, kecuali dokumen berbahasa melayu, harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi.
Dalam hal tidak terdapat kedutaan atau kantor perwakilan negara bagi warga negara asing di Indonesia, izin sebagaimana dimaksud dapat diminta dari instansi yang berwenang pada negara yang bersangkutan.
Dalam hal negara asal suami tidak mengatur ketentuan , izin poligami dapat diajukan pada pengadilan di Indonesia.
Lebih lanjut disampaikan di dalam PMA Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan bahwa Catin yang telah melakukan pendaftaran kehendak nikah wajib mengikuti bimbingan perkawinan.
Bimbingan perkawinan sebagaimana dimaksud bertujuan memberikan pembekalan bagi Catin
mengenai perencanaan, pengetahuan, dan keterampilan mengelola kehidupan keluarga, reproduksi sehat, serta dinamika perkawinan dan keluarga.
Catin yang telah mengikuti bimbingan perkawinan diberikan sertifikat. Ketentuan mengenai penyelenggaraan bimbingan perkawinan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
PPN melakukan pemeriksaan nikah untuk memastikan kelengkapan dan kebenaran dokumen dan persyaratan nikah.
Baca : PMA Nomor 19 Tahun 2024 tentang Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Pemeriksaan nikah sebagaimana dimaksud dilakukan di KUA dengan ketentuan sebagai berikut:
1. menghadirkan calon suami, calon istri, dan wali nikah untuk memastikan ada atau tidaknya
halangan untuk menikah;
2. memastikan akurasi dan kebenaran data dan dalam pemeriksaan nikah kedua Catin membuat surat pernyataan pertanggungjawaban mutlak;
3. saat pemeriksaan nikah kedua Catin tidak menggunakan masker atau kain penutup wajah;
dan
4. telah mengikuti bimbingan perkawinan yang dibuktikan dengan sertifikat.
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan selengkapnya dapat di unduh pada tautan ini.***