MediaBagi.com. Wacana libur Ramadan 2025 menjadi perbincangan yang cukup hangat saat ini. Terdapat pro dan kontra terkait isu tersebut, ada yang mendukung rencana libur Ramadan ini dan tidak sedikit pula yang tidak setuju.
Bukan tanpa alasan adanya pro kontra wacana libur Ramadan 2025, karena jika dibandingan dengan libur sekolah selama Ramadan pada saat pemerintahan Gus Dur tentu akan ada perbedaan.
Pro dan kontra libur Ramadan ini karena adanya perbedaan pandangan mengenai keseimbangan antara spiritualitas dan pendidikan akademik.
Selain itu, perbedaan juga dilihat dari bagaimana kebijakan ini bisa diterima di tengah keberagaman budaya dan agama di Indonesia.
Kebutuhan belajar peserta didik yang semakin beragam dan kompleks, seiring dengan perkembangan jaman juga perlu diakomodir selama bulan Ramadan.
Masyarakat perlu secara bijak memahami tentang libur sekolah selama Ramadan ini, sehingga tidak terjebak pada pemikiran yang sempit dari esensi wacana tersebut.

Pada satu sisi, Ramadan yang menjadi bulan suci umat Islam ini menjadi momentum untuk memperkuat nilai-nilai religius, spiritual, dan kebersamaan dalam keluarga serta komunitas,
Jika akan direalisasikan, maka libur Ramadan dapat memberikan ruang yang lebih luas kepada peserta didik untuk fokus beribadah.
Kegiatan puasa, tarawih, tadarus, dan bentuk ibadah lainnya selama Ramadan dapat dilakukan di rumah dengan porsi waktu lebih banyak sebagai bagian dari pembentukan karakter religiusnya.
Akan tetapi, jika dilihat dari sudut pandang pendidikan, libur sekolah selama puasa Ramadan bisa menimbulkan tantangan, terutama dalam kontinuitas proses pembelajaran.
Sejalan dengan salah satu Gerakan Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, yaitu Gemar Belajar, maka rencana libur sekolah selama Ramadan harus diperhitungkan dengan matang. Pembiasaan gemar belajar ini tentu akan efektif jika diterapkan di sekolah dalam bentuk pembelajaran tatap muka.
Pendidikan di Indonesia bertujuan mencetak generasi yang tidak hanya berkarakter baik, tetapi juga memiliki kompetensi akademik yang memadai. Apabila libur terlalu lama, akan ada risiko peserta kehilangan momentum belajar dan kemampuan kognitif yang sudah dibangun.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tidak semua daerah di Indonesia mayoritas Muslim, sehingga kebijakan ini dapat menimbulkan kesenjangan dalam penerapan kurikulum nasional.
Kebijakan libur sekolah selama Ramadan bisa meningkatkan nilai spiritualitas dan ibadah peserta didik jika didukung dengan pembimbingan yang tepat, baik di rumah maupun di sekolah.
Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan sekolah untuk menciptakan lingkungan yang mendukung serta memastikan bahwa liburan ini dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas spiritualitas peserta didik.
Kebijakan libur Ramadan ini perlu dievaluasi secara cermat dan disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan yang lebih inklusif dan sesuai dengan perkembangan jaman.
Baca : Surat Edaran Bersama tentang Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Pembiasan di Satuan Pendidikan
Penyesuaian jadwal selama Ramadan dapat dilakukan dengan mempersingkat jam belajar atau mengganti kegiatan akademik dengan program berbasis nilai-nilai ke-Islaman.
Cara ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan spiritual peserta didik dan tanggung jawab pendidikan formal, sekaligus menghormati keberagaman budaya dan agama di Indonesia.
Jika wacana libur sekolah selama Ramadan diterapkan, maka guru perlu memastikan bahwa peserta didik tetap belajar meskipun tidak ada kegiatan sekolah langsung.
Guru bisa memberikan tugas atau projek yang menggabungkan aspek akademis dan nilai-nilai spiritual yang sesuai dengan Ramadan. Dengan demikian, guru dapat memantau perkembangan pembelajaran peserta didik selama Ramadan sekaligus mendukung karakter religius peserta didik.
Teknologi juga dapat dimanfaatkan guru untuk menjaga komunikasi dengan peserta didik dalam bentuk pembelajaran daring. Guru bisa memberikan materi pembelajaran secara online dengan menggunakan platform daring, sehingga pembelajaran dapat terus dilakukan meskipun tidak berada di sekolah.
Sekolah juga bisa membuat program Ramadan secara virtual, seperti kajian keagamaan yang dapat diikuti oleh peserta didik secara online di rumah.
Baca : Kepmen PANRB Nomor 15 Tahun 2025 tentang Kriteria Pelamar Tambahan Seleksi PPPK Pegawai Non ASN
Melalui beberapa alternatif kegiatan tersebut, maka keseimbangan antara spiritualitas dan pendidikan akademik akan dapat terjaga apabila nantinya rencana libur Ramadan ini jadi diterapkan.***