Landasan Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial
MediaBagi.com. Keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan talenta digital sangat bergantung pada integrasi koding dan kecerdasan artifisial (KA) ke dalam kurikulum pendidikan.
Selain itu, untuk penerapan yang efektif di sekolah, diperlukan dukungan berupa sumber daya manusia yang kompeten, infrastruktur yang memadai, dan kemitraan strategis dengan berbagai pihak.
Pelatihan bagi guru menjadi hal yang sangat penting, agar mereka tidak hanya memahami konsep koding dan kecerdasan artifisial, tetapi juga mampu mengajarkannya secara menarik dan aplikatif kepada peserta didik.
Perangkat pendukung, seperti laboratorium komputer, akses internet, dan modul ajar berbasis teknologi, perlu diupayakan di seluruh satuan pendidikan, tetapi tidak hanya bergantung pada teknologi, pembelajaran juga dapat dilaksanakan secara unplugged dengan perangkat pendidikan seperti menggunakan balok susun, puzzle, dan sejenisnya.
Tidak kalah penting, kerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) perlu diperkuat agar materi pembelajaran yang diberikan relevan dengan kebutuhan dunia kerja, terutama dalam industri berbasis digital dan teknologi.
Lebih jauh, strategi implementasi di setiap jenjang pendidikan harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Pada tingkat SD, pendekatan berbasis permainan (gamifikasi) dan pembelajaran unplugged (tidak menggunakan perangkat digital) dapat digunakan untuk mengenalkan dasar-dasar berpikir komputasional.
Di tingkat SMP, pembelajaran lebih diarahkan pada pemrograman berbasis blok, eksplorasi algoritma sederhana, dan pengenalan konsep KA dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara di SMA dan SMK, peserta didik mulai diperkenalkan pada pemrograman berbasis teks, konsep machine learning, serta aplikasi KA dalam berbagai bidang industri.
Dengan pendekatan yang bertahap dan kontekstual, peserta didik tidak hanya memahami teori, tetapi juga mampu menerapkannya dalam projek nyata yang dapat meningkatkan kreativitas dan keterampilan problem solving mereka.
Integrasi koding dan KA dalam pendidikan tidak hanya meningkatkan literasi digital dan kemampuan penyelesaian masalah, tetapi juga mengajarkan berbagai keterampilan esensial yang mencakup berpikir komputasional, analisis data, algoritma pemrograman, etika, human- centered mindset, design system, dan teknik KA. Berpikir komputasional mengajarkan peserta didik untuk menyelesaikan masalah secara sistematis dan efisien
Landasan Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial

Berikut adalah landasan pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial.
1. Landasan Filosofis dan Pedagogis
Landasan filosofis pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (KA), mengacu pada beberapa hal berikut ini. Pertama, pendidikan merupakan upaya sadar untuk membangun peradaban umat manusia (human civilization).
Peradaban yang maju dan berkeadilan antara lain dicirikan oleh capaian ilmu pengetahuan, teknologi, nilai- nilai, dan tradisi yang humanis, demokratis, berdaulat, sejahtera, berkeadilan sosial, dan tidak merusak lingkungan hidup.
Kedua, falsafah pendidikan Indonesia patut menjadi pijakan dalam melahirkan manusia Indonesia yang utuh dan seimbang, yaitu sosok manusia Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan YME; cerdas dan terampil dalam berkehidupan; matang spiritualitasnya; dewasa mentalitasnya; kokoh pegangan nilai-nilai dan moral yang dianutnya; dan sehat lahir batin, sehat jasmani dan rohaninya.
Ketiga, pendidikan pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Pendidikan harus responsif terhadap perubahan teknologi, sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Hal itu karena perubahan tersebut meniscayakan terjadinya perubahan pengetahuan dan keterampilan hidup yang diperlukan oleh peserta didik untuk dapat hidup dan berkontribusi bagi masyarakat luas.
Pembelajaran koding dan KA memiliki landasan pedagogis yang kuat dalam berbagai teori pendidikan. Salah satunya adalah teori konstruktivisme yang dikemukakan oleh Piaget dan Vygotsky, bahwa peserta didik membangun pengetahuan mereka sendiri melalui eksplorasi dan pemecahan masalah.
Prinsip ini sejalan dengan pendekatan pembelajaran berbasis projek (project based learning) dan pembelajaran berbasis pengalaman, sebagaimana dikemukakan oleh John Dewey, di mana peserta didik belajar secara aktif melalui praktik langsung dan refleksi atas pengalaman mereka.
Oleh karena itu, dalam pembelajaran koding dan KA, peserta didik tidak hanya menghafal konsep, tetapi juga menerapkannya dalam situasi nyata, sehingga meningkatkan pemahaman mereka secara mendalam.
Selain itu, pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) menjadi dasar penting karena koding dan KA menuntut peserta didik untuk berpikir kritis dan logis dalam menyelesaikan masalah yang kompleks. Proses ini membantu peserta didik mengembangkan kemampuan analitis dan pemecahan masalah secara sistematis, yang menjadi keterampilan esensial di era digital.
Di dalam hal ini, teori kecerdasan majemuk dari Howard Gardner (1683) juga mendukung pengajaran koding dan KA, karena kedua bidang ini dapat mengakomodasi berbagai jenis kecerdasan.
Lebih jauh, pembelajaran koding juga erat kaitannya dengan konsep computational thinking yang diperkenalkan oleh Jeanette Wing (2006).
Konsep ini melatih peserta didik dalam berpikir sistematis melalui teknik decomposition, yaitu memecah masalah besar menjadi bagian kecil, pattern recognition untuk mengenali pola dalam data, abstraction dalam menyaring informasi penting, serta algorithmic thinking yang memungkinkan mereka menyusun solusi dalam langkah-langkah yang logis dan efisien.
Dengan menerapkan computational thinking, peserta didik tidak hanya belajar cara membuat kode, tetapi juga memahami cara berpikir yang dapat diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu, seperti sains, ekonomi, dan bahkan seni.
Selain itu, teori konektivisme yang dikembangkan oleh George Siemens (2004) makin memperkuat relevansi pembelajaran KA, karena teknologi berbasis data memungkinkan peserta didik untuk belajar dari berbagai sumber digital.
Melalui konektivisme, peserta didik dapat berkolaborasi secara global melalui komunitas open-source, platform pembelajaran daring, serta jaringan profesional yang mempercepat transfer pengetahuan.
Kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam era digital yang terus berkembang, terutama dalam membangun keterampilan 6C (Character, Citizenship, Critical Thinking, Creativity, Collaboration, Communication), yang menjadi kompetensi utama abad ke-21.
Di dalam konteks Kurikulum Merdeka, koding dan KA juga memungkinkan penerapan pembelajaran berdiferensiasi, di mana peserta didik dapat belajar sesuai dengan minat dan kemampuan mereka masing- masing.
Hal ini memberikan fleksibilitas dalam pengajaran dan membantu peserta didik menemukan potensi terbaik mereka dalam bidang teknologi.
Dengan demikian, pembelajaran koding dan KA tidak hanya membekali peserta didik dengan keterampilan teknis, tetapi juga membentuk pola pikir yang kritis, kreatif, dan adaptif dalam menghadapi tantangan masa depan.
2. Landasan Sosiologis
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah mendorong perubahan besar pada cara manusia berinteraksi, bekerja, dan belajar.
Kemajuan teknologi pula yang melahirkan Revolusi Industri 4.0 melalui otomatisasi, interkonektivitas, Internet of Things (IoT), kecerdasan artifisial, mahadata, robotika, dan komputasi awan (cloud computing).
Di dalam konteks Indonesia, perkembangan teknologi digital telah berdampak luas dalam berbagai bidang. Akses penduduk Indonesia terhadap internet makin meningkat dari waktu ke waktu, yaitu dari 66,48% pada 2022, menjadi 66,21% pada 2023 (BPS, 2024).
Peningkatan penetrasi internet ini didorong oleh kebutuhan mengakses informasi dengan cepat dan mudah serta ketersediaan infrastruktur yang memungkinkan jangkauan internet makin luas.
Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP- TIK) 2023 juga mencatat perkembangan positif. Pada 2018, nilai IP-TIK tercatat sebesar 5,07 (skala 1-10) dan terus meningkat hingga 2023 dengan nilai 5,60.
Pertumbuhan paling pesat terjadi pada subindeks “penggunaan TIK”, yakni tumbuh sebesar 1,56%. Adapun subindeks “keahlian TIK” tumbuh sebesar 0,67% dan subindeks “akses dan infrastruktur TIK” tumbuh sebesar 0,17% (BPS, 2024).
Hal ini mengindikasikan perlunya perhatian pada pembangunan akses dan infrastruktur, serta peningkatan keahlian di bidang TIK.
Laporan World Bank (2021) menyebutkan, teknologi digital telah menciptakan peluang ekonomi baru bagi pekerja, terutama melalui pekerjaan gig digital dan e-commerce.
Perkembangan teknologi digital juga berpengaruh di sektor pendidikan. Inovasi pembelajaran berbasis kecerdasan artifisial menjadi sebuah keniscayaan sehingga transfer ilmu pengetahuan dan pengembangan kompetensi dapat berlangsung kontinu, tanpa terbatas ruang dan waktu.
Melalui pemanfaatan kecerdasan buatan, penyelenggaraan pendidikan akan menjadi lebih efisien, efektif, transparan, dan ekonomis (RPJPN 2025-2045).
3. Landasan Yuridis
a. Undang-Undang Dasar 1945
“Mencerdaskan kehidupan bangsa” merupakan salah satu tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1645 alinea keempat.
Mencerdaskan kehidupan bangsa merujuk pada upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kualitas intelektual, keterampilan, dan karakter masyarakatnya agar dapat berkontribusi dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan budaya baik di tingkat nasional maupun global.
b. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mencapai fungsi dan tujuan tersebut, maka pemerintah wajib menjamin penyediaan layanan pendidikan yang bermutu untuk semua. Salah satu upaya untuk menyediakan layanan pendidikan bermutu ialah melalui penyediaan kurikulum yang selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan dinamika perkembangan global (Pasal 36 ayat 3).
c. Undang-Undang No. 5G Tahun 2024 tentang RPJPN Tahun 2025-2045
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 mengetengahkan Visi Indonesia Emas 2045 yang diukur melalui 5 sasaran, yaitu: 1) pendapatan per kapita setara negara maju; 2) kemiskinan menurun dan ketimpangan berkurang; 3) kepemimpinan dan pengaruh di dunia internasional meningkat; 4) daya saing sumber daya manusia meningkat; dan 5) intensitas emisi gas rumah kaca menurun menuju emisi nol bersih.
Pembangunan sumber daya manusia menjadi kunci dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Di sektor pendidikan, pembangunan diharapkan mampu mendorong optimalisasi bonus demografi dengan cara mengatasi berbagai tantangan, di antaranya perluasan akses pendidikan, pemerataan layanan pendidikan berkualitas, dan penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja.
d. Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan dilakukan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Standar Nasional Pendidikan memerlukan penyesuaian terhadap dinamika dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, serta kehidupan masyarakat untuk kepentingan peningkatan mutu pendidikan.
Dalam hal ini, Standar Nasional Pendidikan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum dan penyelenggaraan pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan.
e. Permendikbudristek No. 5 Tahun 2022 tentang Standar Kompetensi Lulusan pada PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah
Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria minimal tentang kesatuan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang menunjukkan capaian kemampuan peserta didik dari hasil pembelajarannya pada akhir jenjang pendidikan.
Standar Kompetensi Lulusan dirumuskan berdasarkan tujuan pendidikan nasional, tingkat perkembangan peserta didik, kerangka kualifikasi nasional Indonesia, serta berdasarkan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan menjadi salah satu acuan dalam pengembangan kurikulum nasional.
f. Permendikbudristek No. 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum nasional memiliki tujuan untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna dan efektif dalam meningkatkan keimanan, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan akhlak mulia serta menumbuhkembangkan cipta, rasa, dan karsa peserta didik sebagai pelajar sepanjang hayat yang berkarakter Pancasila.
Kurikulum tidak dapat terlepas dari dinamika dan isu-isu global. Oleh karena itu, peserta didik diasah sensitivitas sosialnya atas masalah yang terjadi di berbagai belahan dunia lain, termotivasi untuk belajar beragam budaya yang berbeda-beda, dan terdorong untuk berkontribusi bagi kehidupan dunia yang lebih baik.
Kurikulum juga menekankan pembelajaran yang ekologis, interkultural, dan interdisiplin untuk transformasi sosial yang lebih adil dan masa depan yang berkelanjutan.
4. Landasan Empiris
Berbagai negara di dunia telah berupaya merespons perkembangan teknologi digital, utamanya kecerdasan artifisial dengan cara mengadopsinya dalam berbagai kebijakan.
Berdasarkan perangkingan yang dibuat oleh Stanford Global AI Vibrancy Tool tahun 2023, Amerika Serikat menempati peringkat pertama dalam pengembangan dan pemanfaatan kecerdasan artifisial, diikuti oleh Tiongkok dan Inggris.
Pemeringkatan ini dikeluarkan untuk 36 negara teratas dalam kepemimpinan kecerdasan artifisial. Indonesia tidak termasuk di dalamnya, sedangkan negara ASEAN yang masuk daftar adalah Singapura pada peringkat 10 dan Malaysia pada peringkat 26.
Pemeringkatan ini menggunakan 42 indikator dalam 8 pilar yang menggambarkan posisi kecerdasan artifisial pada setiap negara sesuai dengan preferensi pengguna, identifikasi indikator nasional utama untuk memandu pengambilan kebijakan, dan menyoroti kecerdasan artifisial baik di negara maju dan negara berkembang (https://hai.stanford.edu, Nov 21, 2024).
Penerapan pembelajaran koding dan KA yang sukses diterapkan oleh banyak negara dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah dapat dilihat dari berbagai dukungan yang disediakan, baik oleh pemerintah secara mandiri maupun melalui kolaborasi/kemitraan dengan eksternal.
Di dalam penerapannya, berbagai negara tersebut berupaya memastikan adanya dukungan yang diberikan kepada sekolah agar siap mengimplementasikannya, misalnya dukungan peningkatan kompetensi guru, sarana dan prasarana pendukung, serta kesiapan peserta didik dalam pembelajaran.***