MediaBagi.com. Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSKP) telah menerbitkan Kajian Kebijakan Ujian Nasional (UN) Tahun 2024.
Pelaksanaan Kajian Kebijakan UN Tahun 2024 yang dilakukan oleh PSKP ini dilatarbelakangi oleh wacana pemberlakuan kembali Ujian Nasional (UN) yang muncul di kalangan masyarakat perlu ditanggapi dengan kajian akademik yang komprehensif.
Merespon hal tersebut, Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) melakukan kajian terkait efektivitas dan dampak UN berdasarkan empat sudut pandang yang saling berkaitan, yaitu (1) kerangka regulasi, (2) desain teknis tes, (3) dampak terhadap pembelajaran, serta (4) fungsi UN dalam konteks evaluasi pendidikan nasional.
Berdasarkan analisis mendalam dari keempat perspektif tersebut, PSPK menyimpulkan bahwa Ujian Nasional memiliki problem fundamental sehingga tidak layak untuk diberlakukan kembali.
Pertama, pada aspek regulasi, UN bertentangan dengan asas hukum lex superior derogat legi inferiori dengan mengambil alih kewenangan evaluasi capaian pembelajaran yang seharusnya berada di tangan pendidik sesuai amanat UU Sisdiknas dan UU Guru Dosen.
UN juga tidak selaras dengan prinsip keadilan dalam Pancasila karena menetapkan standar tes yang seragam tanpa mempertimbangkan adanya kesenjangan kualitas dan akses pendidikan yang masih terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
Penyelenggaraan UN terbukti tidak memenuhi asas kedayagunaan dan kehasilgunaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan serta bertentangan dengan asas kepentingan umum dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Kajian Kebijakan Ujian Nasional (UN) Tahun 2024
Kedua, analisis pada aspek teknis menunjukkan bahwa UN tidak memenuhi tiga prinsip dasar pengukuran yang baik yakni validitas, reliabilitas, dan fairness. Sebagai instrumen evaluasi pendidikan, UN hanya mengukur aspek kognitif dan gagal memotret kompetensi murid secara utuh sesuai tujuan pendidikan nasional.
Pelaksanaan UN di akhir jenjang membatasi fungsi asesmen sebagai umpan balik untuk perbaikan pembelajaran. Karakteristik UN sebagai asesmen yang berisiko tinggi (high-stakes) mendorong berbagai praktik culas yang menurunkan validitas hasil pengukuran, seperti kecurangan dan inflasi skor.
Baca : Buku Saku Petunjuk Teknis (Juknis) Perlindungan GTK Dalam Menjalankan Tugas
Ketiga, dalam konteks pembelajaran, UN tidak mendukung proses pembelajaran yang mengarah pada pengembangan kompetensi abad 21 seperti kemampuan berpikir kritis, kreativitas, komunikasidan kolaborasi.
Sebaliknya, UN justru mempersempit proses pembelajaran menjadi sekadar latihan menjawab soal ujian (teaching to the test). UN juga menimbulkan tekanan psikologis yang menghambat tumbuhnya motivasi intrinsik, resiliensi, dan efikasi diri murid. Di sisi lain, UN mendorong guru untuk mereduksi perannya menjadi sekedar “pelatih tes UN” dan mengurangi kreativitas dalam pembelajaran.
Keempat, sebagai instrumen evaluasi sistem, UN tidak efektif karena tumpang tindih fungsinya sebagai penilaian individual dan evaluasi sistem. Karakteristik UN yang berisiko tinggi membuat hasil UN tidak memberikan gambaran akurat tentang kondisi pendidikan karena adanya dorongan kuat untuk meningkatkan skor tanpa peningkatan pembelajaran yang nyata.
Cakupan Ujian Nasional juga terlalu sempit untuk mengevaluasi sistem pendidikan karena hanya berfokus pada aspek kognitif dan tidak menyertakan informasi kontekstual penting lainnya yang mempengaruhi capaian pembelajaran.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, PSPK merekomendasikan: (a) pengembangan dan implementasi sistem asesmen terstandar nasional yang selaras dengan tujuan pendidikan nasional, (b) asesmen nasional berbasis sampel untuk menjaga agar asesmen tetap bersifat low-stakes, sehingga dapat memberikan gambaran akurat mengenai capaian pembelajaran anak, (c) asesmen juga harus dilengkapi dengan informasi kontekstual yang lengkap, dan (d) asesmen tidak dilakukan di akhir jenjang sehingga dapat menjadi umpan balik untuk perbaikan pembelajaran.
Upaya ini perlu didukung dengan peningkatan kapasitas guru, kepala sekolah dan dinas pendidikan dalam merancang dan melaksanakan asesmen yang sesuai dengan kebutuhan murid.
Analisis Regulasi Ujian Nasional
1. Evaluasi hasil belajar peserta didik melalui Ujian Nasional bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi
a. Evaluasi sistem pendidikan dan evaluasi hasil belajar peserta didik adalah hal yang berbeda
b. Ketidaksesuaian dengan asas Lex Superiori Derogat Legi Inferio
2. Ujian Nasional yang tidak berkeadilan bertentangan dengan Pancasila dan prinsip penyelenggaraan pendidikan
Penyelenggaraan evaluasi sistem pendidikan dan evaluasi hasil belajar peserta didik yang seharusnya didasarkan atas landasan filosofis pendidikan, melalui pelaksanaan UN justru tidak selaras dengan nilai keadilan sosial yang ada di dalam Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi (staatfundamentalnorm – grundnorm) dan prinsip penyelenggaraan pendidikan yang seharusnya mengedepankan nilai keadilan.
3. Ujian Nasional tidak sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik
Kebijakan UN yang pernah diterapkan pada periode 2005-2020 terbukti bukanlah kebijakan yang bermanfaat bagi baik murid dan guru. Hal tersebut dapat dilihat dari dampak UN yang tidak memberikan manfaat bagi anak.
Kesimpulan :
Kajian ini menemukan bahwa penyelenggaraan UN selama ini tidak sesuai dengan Pancasila dan prinsip penyelenggaraan pendidikan. Secara hukum, kebijakan UN terbukti bertentangan dengan asas lex superior derogat legi inferiori.
Hal ini utamanya berkaitan dengan evaluasi hasil belajar peserta didik yang merupakan kewenangan pendidik berdasarkan UU Sisdiknas dan juga UU Guru Dosen. Sehingga, peraturan di bawahnya tidak seharusnya mengatur berbeda dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah melakukan evaluasi hasil belajar peserta didik melalui UN.
Selain itu, UN yang tidak memberikan keadilan bagi semua kelompok sosial ekonomi juga telah melanggar asas kedayagunaan dan kehasilgunaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, serta asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Rekomendasi
Berdasarkan hal tersebut, PSPK merekomendasikan sebagai berikut.
1. Mempertahankan kebijakan evaluasi sistem pendidikan melalui AN yang saat ini sudah dilengkapi dengan kerangka hukum yang komprehensif.
2. Perlu adanya pelibatan semua pemangku kepentingan dalam membangun komunikasi publik untuk memastikan masyarakat paham bahwa penyelenggaraan UN ini bertentangan tidak hanya dengan mandat UU Sisdiknas dan UU Guru Dosen, tetapi juga Pancasila dan prinsip-prinsip hukum.
3. Perlu berpegang pada pelaksanaan evaluasi penyelenggaraan pendidikan sesuai yang dimandatkan UU Sisdiknas
a. Evaluasi hasil belajar dilakukan guru/pendidik.
b. Evaluasi sistem pendidikan dilakukan oleh pemerintah.
Paparan Kajian Kebijakan Ujian Nasional (UN) Tahun 2024 selengkapnya dapat dibaca dan di unduh pada tautan ini.***